Perlawanan lewat SMS

Baru lewat pekan lalu di Jakarta berlangsung protes oleh sebagian sopir angkutan umum terhadap moda transportasi berbasis aplikasi daring (online). Protes dalam bentuk demonstrasi seperti ini sudah terjadi di beberapa kota lain, yang cukup ramai disorot di Paris, Perancis, misalnya. Beragam ulasan tentang kejadian yang berlangsung, a.l. karena potensi adanya pemaksaan sikap, khas Indonesia. Salah satu aspek yang dijadikan pijakan pembahasan adalah kedatangan teknologi merangsek “tatanan” sebelumnya (kerap juga disebut sebagai tradisional). Aplikasi mobile yang menghubungkan komputasi awan dengan kepraktisan pengoperasian dengan sentuhan jari seperti puncak pencapaian teknologi mutakhir, menjadikan kontras kesenjangan terhadap teriakan para calo tradisional kita.

Di kota besar seperti Jakarta, kedatangan perubahan yang dimobilisasi masif lewat kucuran dana, pendaftaran peserta sistem baru, hingga promosi sebagai gaya hidup, menjadikan pemikiran yang lebih mendalam –atau bertele-tele. Bagaimana seandainya perubahan yang dibawa teknologi tersebut berlangsung di kota kecil, apakah “lebih tenang”? Hal ini yang akan diceritakan.

Kisah bermula dari Desa Balunglor, Kecamatan Balung, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Di desa ini terdapat pertigaan masyhur berisi cabang jalan yang mempertemukan jalur dari utara, Kecamatan Rambipuji, dan dari timur, Kecamatan Ambulu, menuju arah selatan, Kecamatan Puger. Disebut jalur strategis karena salah satu titik-henti angkutan antarkota Jember-Kencong dan Jember-Lumajang. Arah utara, menuju Kecamatan Rambipuji tadi, lebih ramai karena menjadi jalur mobilitas warga dari Balung ke Jember dan sebaliknya; sedangkan jalur timur, ke Kecamatan Ambulu, lebih sepi penumpang –di sinilah masalah berawal.

Continue reading “Perlawanan lewat SMS”

Kisah Musa dan Proses

Ikhtisar tausiyah oleh Sanusi Uwes di Masjid Ulul Albab, Jl. Kawung
Ungu, Sukaluyu, Bandung 40123, 14 Mei 2015.

Penjelasan dimulai dari tafsir ayat yang dibacakan saat salat subuh: kisah Musa alaihissalam menerima perintah Tuhan di lembah. Gambaran lembah dalam persepsi orang Indonesia adalah tempat yang lebih rendah dibandingkan sekitarnya, sedangkan dalam film The Ten Commandments ditampilkan dalam bentuk ketinggian, yakni bukit atau gunung. Musa sampai di sana setelah perjalanan panjang dari Mesir –setelah kejadian pembunuhan di Mesir dan Musa melarikan diri dikejar-kejar warga Mesir, kemudian sampailah di Madyan, membantu dua perempuan yang sedang menggembalakan ternak, dan kemudian dipertemukan dengan ayah mereka, Syuaib alaihissalam. Dinikahkanlah Musa dengan salah seorang perempuan tsb. dengan mahar bekerja sebagai penggembala selama delapan tahun, yang kemudian digenapkan menjadi sepuluh tahun oleh Musa. Hal itu semua dijelaskan dalam Al Quran, demikian keterangan ustaz.

Continue reading “Kisah Musa dan Proses”

Calo Haji

Salah seorang anggota dari keluarga kami di kampung di Jawa Timur usai menyelesaikan persyaratan administrasi berangkat ibadah haji. Tentu perlu antre, jika tidak salah untuk keberangkatan sepuluh tahun mendatang.

Petugas penerima kelengkapan administrasi dari Departemen Agama berpesan padanya, kira-kira begini,

Pak, nanti jika ada yang menawari supaya bisa berangkat lebih cepat, itu memang orang dari sini. Bapak silakan pikir baik-baik, saran saya lebih baik digunakan untuk hal lain yang lebih bermanfaat seperti shodaqoh.


Yang menarik dalam hal ini:

Continue reading “Calo Haji”

Jelajah Pangandaran: Tarian Pesta Panen dan Ronggeng Gunung

Diiringi gerimis kami, rombongan Jelajah Pangandaran, sampai di hotel tempat kami menginap. Gambaran saya tentang Pangandaran dari sekira dua dasawarsa lalu benar-benar tak membekas, yang terbayang sekilas dari gerbang Pantai Pangandaran hingga hotel adalah suasana kota-pantai; tidak sebesar Kuta di Bali, tentu karena Pangandaran sendiri kabupaten. Pedagang Kaki Lima berjajar di bawah warung-tenda, penyewaan sepeda tersebar di beberapa titik ramai, dan wisatawan berkostum pantai berseliweran.

Di hotel kami disambut perwakilan dinas pariwisata setempat. Tanpa berlama-lama termasuk hanya meletakkan tas di kamar masing-masing, kami diundang mendatangi pertunjukan kesenian di Kampung Cikelu, Desa Sukahurip. Ternyata cukup jauh dari pantai, di daerah pertanian dalam kondisi sedang hujan, mobil rombongan melintasi jalan bak pematang sawah, seukuran sedikit melebihi lebar kendaraan.

Continue reading “Jelajah Pangandaran: Tarian Pesta Panen dan Ronggeng Gunung”

Jelajah Pangandaran 2012

Tanggal 24 November lalu saya berkesempatan mengikuti Jelajah Pangandaran 2012. Diselenggarakan oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pelaksanaan acara ini dikerjakan Indecon. Jelajah Pangandaran berisi serangkaian acara dan kunjungan di kawasan dekat Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Setelah menempuh perjalanan sekira 5 jam Bandung-Pangandaran, acara di tujuan penjelajahan berlangsung dari 24 November pukul 19 hingga 26 November pukul 14. Reportase perjalanan tsb. akan dipublikasikan dalam beberapa tulisan di bawah ini:

  1. Jelajah Pangandaran 2012 (tulisan ini).
  2. Jelajah Pangandaran: Tarian Pesta Panen dan Ronggeng Gunung.

Terima kasih untuk Rendy Maulana yang telah mendaftarkan saya sebagai peserta.

Berapa lama perjalanan ke Pantai Pangandaran? Ini pertanyaan awal yang disampaikan teman lewat email setelah membaca reportase langsung Jelajah Pangandaran di status Facebook saya. Pada perjalanan kami Sabtu tsb. Bandung-Pantai Pangandaran ditempuh sekira enam jam, dengan satu jam beristirahat makan siang di dekat Cicalengka, Kab. Bandung Barat. Google Maps memberi prediksi lama perjalanan enam jam (tanpa istirahat).

Continue reading “Jelajah Pangandaran 2012”

Mengikuti Tablig Hari Moekti

Tak terencana, saya datang di Masjid Nurul Jamil tadi pagi melihat keramaian: sejumlah ibu anggota pengajian dan siswa-siswi Sekolah Menengah. Setelah diamati di spanduk kegiatan, barulah paham bahwa hari ini Ustaz Hari Moekti akan datang menyampaikan tablig akbar. Seingat saya tahun lalu dia juga sempat datang berceramah di masjid ini, dan benar adanya disampaikan oleh pembawa acara dalam pengantarnya.

Hari Moekti bukan nama asing di akhir 1980-an. Istilah JJS untuk “Jalan-jalan Sore” menjadi populer saat itu, sekaligus memperkenalkan Jalan Melawai di sekitar Blok-M, Jakarta, yang dijadikan ilustrasi JJS. Versi “jalan-jalan Dago” juga disediakan untuk edisi penampilan di Bandung. Demikian juga frase “ada kamu” diangkat oleh Hari dan kabarnya menjadi salah satu hit. Setelah itu Hari mengundurkan diri dari ranah musik dan disebut-sebut oleh media menekuni kegiatan keagamaan. Publik tahu kabar tersebut dari awal, bersama dengan kabar musisi besar lain, Gito Rollies (alm.), namun ternyata ada juga yang baru tahu perubahan Hari Moekti di akhir dasawarsa ini.

Continue reading “Mengikuti Tablig Hari Moekti”

Penyewaan Sepeda dalam Kota di Bandung

Setelah mendapat kabar dari teman dan diliput di media massa, saya berkesempatan singgah menjenguk salah satu halte penyewaan sepeda di Cikapayang, Dago. Bandung sedang mulai memperbaiki diri: diprakarsai oleh Bandung Creative City Forum (BCCF), penyewaan sepeda dalam kota, diberi nama bike.bdg, diresmikan walikota di Jalan Pajajaran, 10 Mei lalu. Segera hal ini mengingatkan akan “taksi sepeda” di Paris, Prancis.

Parijs van Java, yeuh!

Continue reading “Penyewaan Sepeda dalam Kota di Bandung”

Kuliah Umum “Islam, Indonesia, dan Pancasila”

Kemarin sore saya menyempatkan diri mendatangi Kuliah Umum yang
diselenggarakan Masjid Salman ITB. Berjudul Islam, Indonesia, dan Pancasila, kuliah umum disampaikan oleh Yudi Latif, penulis buku Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila. Tema yang menarik bagi saya dengan harapan akan gambaran yang lebih teduh untuk mempertemukan agama dan kebangsaan.

Sedikit yang membuat saya mengernyitkan dahi adalah tulisan yang dipilih sebagai pengantar di undangan Facebook untuk Kuliah Umum ini,

INILAH ironi kolektif bangsa yang gagal. Ibarat sudah memegang mutiara, tapi malah dikubur dan berusaha mencari mutiara lain di tumpukan puing-puing kehancuran rumah milik orang lain.

Mungkin itulah salah satu analogi tentang eksistensi Pancasila sebagai dasar negara Republik ini yang semakin pudar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi yang diperagakan penyelenggara negara dan kroni-kroninya, tindak kekerasan yang terus masif atas nama pembenaran privat, dan praktik ekonomi yang timpang, serta lemahnya akses-akses bagi warga negara untuk memperoleh hak-hak mendasar adalah secuil bukti kebobrokan negara ini.

http://www.mediaindonesia.com/jendelabuku/2011/07/18/negara-paripurna-itu-semakin-menjauh/

Frase ironi kolektif dan gagal seperti bersahutan dengan “keterpurukan” yang menimbulkan suasana tidak nyaman. Semoga diskusi tsb. tidak menjadi acara ratapan berjemaah.

Continue reading “Kuliah Umum “Islam, Indonesia, dan Pancasila””