Salinan tulisan lama, 8 Maret 2004, yang perlu diselamatkan dari arsip blog De Gromiest, paguyuban muslim asal Indonesia di Groningen, Belanda.
Pada salah satu pertemuan yang tidak direncanakan di rumah Concordia beberapa pekan lalu, saya mendapat keterangan yang indah bahwa ujian hidup itu tidak perlu harus diada-adakan atau dilatih, melainkan sudah ada di depan kita dan tinggal dijalani. Pada saat ban sepeda bocor, itu juga ujian; bagaimana tingkah laku kita menghadapinya adalah juga cermin sampai seberapa tinggi nilai yang (telah) kita dapat.
Demikian halnya pertanyaan tentang ketuhanan, yang selama ini biasanya menjadi debat kusir pada diskursus teologi, tiba-tiba dalam waktu beberapa hari ini muncul di depan saya. Berondongan pertanyaan sulit dan perlu perenungan itu terlontar begitu saja dari mulut dua bocah kecil.
