Pada mulanya Hillary Clinton berangkat menemui Morsi: konflik Gaza dapat diakhiri, poin untuk kubu Mesir. Musim semi Arab sudah bersemai.
Selanjutnya Suriah, beberapa analis Barat menyebut istilah sabuk Teheran-Baghdad-Lebanon-Damaskus. Polarisasi Sunni-Syiah: kubu Iran mengungkit-ungkit Morsi-Obama karena Saudi Arabia-Amerika Serikat sudah dianggap lazim.
Berlanjut dengan kejatuhan Morsi: Amerika Serikat menahan diri, Saudi langsung mengambil sikap. Kubu Saudi dan Mesir saling mengirim salvo. Kubu Iran mengambil pelajaran, soal Morsi-Obama terkadang disebut-sebut.
Suriah bergolak kembali, dunia cemas dengan risiko Perang Dunia. Giliran Kubu Iran vs. Saudi dan lagi-lagi peran Amerika Serikat dijadikan sindiran.
Sekarang komunikasi Rouhani-Obama membuka kebuntuan yang sudah berlangsung sejak 1979, apakah celetukan “soal-soal Amerika Serikat” terkait geopolitik Timur Tengah akan berlanjut?
Bagaimana dengan Kubu Turki? Karena Turki tidak terlibat langsung, saya baca judul selebaran bahwa Barat itu dusta belakq1a.
Oh, Amerika Serikat, kata Emha Ainun Nadjib dulu, “Lah, singkatannya saja A.S.”, sambil merujuk kependekan sebutan “alaihissalam”.
Pelajaran: kalem ya, ini soal gerakan dan politik; hati saja dapat dibolak-balik, apalagi politik.
Kabar baik: kecemasan perang dunia mereda.
Saya kutipkan kelakar Gus Mus (A. Mustofa Bisri):
Salah satu sahabat terdekat Amerika adalah Arab Saudi. Tapi kaum simpatisan Arab Saudi di Indonesia melaknat Amerika setiap hari. Sedangkan kami, hanya karena kami memegangi sikap moderat dan toleran dalam ber-Islam, oleh mereka dituduh antek Amerika. Padahal Amerika sama sekali tidak mengenal kami!
Tulisan ini revisi dari status di Facebook.