Ragam Baku

Dapatkah kita menggunakan kata-kata baku dan tetap terlihat “gaul”?

Pertanyaan di atas diajukan ke pemandu seminar daring tentang buku anak-anak, 9 Februari lalu. Bukan hal baru, karena ada stereotip lama: ragam baku adalah kaku, ragam pergaulan berarti lincah dan kebebasan. Dulu sampai ada representasi stasiun RRI dan radio swasta –yang baku vs. gaul.

Jawaban yang disampaikan, “Bapak/ibu masih ingat buku Harry Potter, sebagai contoh. Buku tersebut ditulis dengan ragam baku, namun tetap disukai sangat banyak pembaca, bahkan menjadi buku laris, dan tidak ada yang mempermasalahkan ragam baku tsb. Artinya, yang lebih penting adalah kemampuan penulis atau penerjemah dalam berbahasa Indonesia.”

Saya sendiri belum pernah membaca Harry Potter, namun setuju terhadap penjelasan di atas. Contoh pada buku-buku lain dan tutur kata secara lisan sudah membuktikan berkali-kali. Yang masih kurang berkali-kali adalah kemauan melatih kemampuan.

Semua Akan NU pada Waktunya

Pada saat tarik-ulur pelaksanaan Aksi Bela Islam 212 (2 Desember 2016, “ABI 212”), pesan dari teman lewat WhatsApp, Semua akan NU pada waktunya. Pernyataan ini terkait perubahan acara yang semula disebut-sebut akan diselenggarakan salat Jumat di jalan raya, akhirnya diselenggarakan di kawasan Monas dan diberi atribut acara, Istighosah dan Doa untuk Negeri. Istighosah adalah istilah yang sering digunakan NU dan biasanya dalam bentuk penggalangan massa. Dengan demikian, kendati NU tidak turut serta pada Aksi Bela Islam, pemilihan istighosah sebagai kompromi istilah menjadi, “begitu nahdliyin…”

Agar adil, beredar pula candaan bahwa ada yang memprotes rencana salat Jumat di jalan raya karena dianggap bid’ah, namun setelah dijelaskan bahwa K. H. Ma’ruf Amin akan turut sebagai khatib, pemrotes tsb. selanjutnya terdiam.

Bagaimana dengan “semua akan NU”? Berikut senarai beberapa kejadian sejak akhir 2016 hingga hari-hari ini, lebaran Idulfitri 1438H, menjelang pertengahan tahun 2017. Continue reading “Semua Akan NU pada Waktunya”

Tiongkok

Akhirnya episode keenam Story of China oleh Michael Wood di BBC Earth selesai saya tonton dalam maraton tiga episode terakhir. Empat ribu tahun sejarah Tiongkok dipadatkan, pikiran seperti terengah-engah melompat antardinasti, melintasi ruang hidup bangsa Tiongkok yang luas.

Pertama, sejarah Tiongkok menggambarkan ungkapan, “ribuan korban adalah statistik.” Setiap pergantian dinasti seperti meminta tumbal ratusan ribu hingga jutaan korban manusia tewas. Termasuk petualangan Tiongkok pada perang dunia dan bencana kelaparan pada pertengahan abad XX. Tapi alih-alih berkurang, populasi bangsa Tiongkok bertambah terus, hingga perlu direm pada era modern. Jika sekarang mereka berhasil menahan jumlah penduduk pada seperenam populasi dunia, disebutkan Dinasti Ming membawahi sepertiga warga dunia.
Continue reading “Tiongkok”

Penjahat tapi Salat

Salinan tulisan lama, 8 Maret 2004, yang perlu diselamatkan dari arsip blog De Gromiest, paguyuban muslim asal Indonesia di Groningen, Belanda.


Pada salah satu pertemuan yang tidak direncanakan di rumah Concordia beberapa pekan lalu, saya mendapat keterangan yang indah bahwa ujian hidup itu tidak perlu harus diada-adakan atau dilatih, melainkan sudah ada di depan kita dan tinggal dijalani. Pada saat ban sepeda bocor, itu juga ujian; bagaimana tingkah laku kita menghadapinya adalah juga cermin sampai seberapa tinggi nilai yang (telah) kita dapat.

Demikian halnya pertanyaan tentang ketuhanan, yang selama ini biasanya menjadi debat kusir pada diskursus teologi, tiba-tiba dalam waktu beberapa hari ini muncul di depan saya. Berondongan pertanyaan sulit dan perlu perenungan itu terlontar begitu saja dari mulut dua bocah kecil.

Aturan L'Hôpital
Diambil dari halaman Wikipedia tentang Aturan L’Hôpital

Continue reading “Penjahat tapi Salat”

Perlawanan lewat SMS

Baru lewat pekan lalu di Jakarta berlangsung protes oleh sebagian sopir angkutan umum terhadap moda transportasi berbasis aplikasi daring (online). Protes dalam bentuk demonstrasi seperti ini sudah terjadi di beberapa kota lain, yang cukup ramai disorot di Paris, Perancis, misalnya. Beragam ulasan tentang kejadian yang berlangsung, a.l. karena potensi adanya pemaksaan sikap, khas Indonesia. Salah satu aspek yang dijadikan pijakan pembahasan adalah kedatangan teknologi merangsek “tatanan” sebelumnya (kerap juga disebut sebagai tradisional). Aplikasi mobile yang menghubungkan komputasi awan dengan kepraktisan pengoperasian dengan sentuhan jari seperti puncak pencapaian teknologi mutakhir, menjadikan kontras kesenjangan terhadap teriakan para calo tradisional kita.

Di kota besar seperti Jakarta, kedatangan perubahan yang dimobilisasi masif lewat kucuran dana, pendaftaran peserta sistem baru, hingga promosi sebagai gaya hidup, menjadikan pemikiran yang lebih mendalam –atau bertele-tele. Bagaimana seandainya perubahan yang dibawa teknologi tersebut berlangsung di kota kecil, apakah “lebih tenang”? Hal ini yang akan diceritakan.

Kisah bermula dari Desa Balunglor, Kecamatan Balung, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Di desa ini terdapat pertigaan masyhur berisi cabang jalan yang mempertemukan jalur dari utara, Kecamatan Rambipuji, dan dari timur, Kecamatan Ambulu, menuju arah selatan, Kecamatan Puger. Disebut jalur strategis karena salah satu titik-henti angkutan antarkota Jember-Kencong dan Jember-Lumajang. Arah utara, menuju Kecamatan Rambipuji tadi, lebih ramai karena menjadi jalur mobilitas warga dari Balung ke Jember dan sebaliknya; sedangkan jalur timur, ke Kecamatan Ambulu, lebih sepi penumpang –di sinilah masalah berawal.

Continue reading “Perlawanan lewat SMS”

Gauss

Sepucuk tulisan lama saya ditemukan kembali dari salah satu milis yang sudah vakum. Disalinkan saja ke sini dengan sedikit penyuntingan.


Beberapa hari lalu anak saya menceritakan pengalamannya menghitung penjumlahan deret 1 s.d. 10 (1 + 2 + 3 + … + 10) di sekolah dan kemudian mengulang lagi di rumah. Saya yang pernah membaca kisah menarik salah satu jenius matematika dari Jerman, Carl Friedrich Gauss, pada masa kecilnya di sekolah, jadi tertarik untuk mengajak dialog anak saya.  Continue reading “Gauss”

Agustus

Hari ini awal Agustus, tanggal 1. Tampaknya menyenangkan digunakan sebagai hari seremonial untuk mulai menulis blog dengan lebih aktif: jumlah ditambah dan semoga kualitas juga turut serta ditingkatkan. Seperti biasa, tulisan ditampilkan secara bebas di beberapa media sosial. Bebas aktif saja.

Walaupun dulu sudah pernah ada pencanangan seperti ini, kali ini dilakukan lagi, dengan tujuan tetap bersemangat menulis, mengembalikan keriangan menulis, seperti slogan di situs ini.

Bismillah.

Kisah Musa dan Proses

Ikhtisar tausiyah oleh Sanusi Uwes di Masjid Ulul Albab, Jl. Kawung
Ungu, Sukaluyu, Bandung 40123, 14 Mei 2015.

Penjelasan dimulai dari tafsir ayat yang dibacakan saat salat subuh: kisah Musa alaihissalam menerima perintah Tuhan di lembah. Gambaran lembah dalam persepsi orang Indonesia adalah tempat yang lebih rendah dibandingkan sekitarnya, sedangkan dalam film The Ten Commandments ditampilkan dalam bentuk ketinggian, yakni bukit atau gunung. Musa sampai di sana setelah perjalanan panjang dari Mesir –setelah kejadian pembunuhan di Mesir dan Musa melarikan diri dikejar-kejar warga Mesir, kemudian sampailah di Madyan, membantu dua perempuan yang sedang menggembalakan ternak, dan kemudian dipertemukan dengan ayah mereka, Syuaib alaihissalam. Dinikahkanlah Musa dengan salah seorang perempuan tsb. dengan mahar bekerja sebagai penggembala selama delapan tahun, yang kemudian digenapkan menjadi sepuluh tahun oleh Musa. Hal itu semua dijelaskan dalam Al Quran, demikian keterangan ustaz.

Continue reading “Kisah Musa dan Proses”

Keriangan

Tentu sangat memalukan, blog ini dipasangi slogan Mengembalikan Keriangan Menulis, namun jangankan menjadi riang bahkan tanda-tanda rajin ditambahi tulisan baru pun belum tampak.

Menyedihkan!

Usaha awal agar tulisan untuk blog ini lebih sering dan lebih teratur lewat catatan di Asana, yang terpilih sebagai alat bantu manajemen proyek untuk keperluan kantor dan juga pribadi. Sayang sekali, upaya ini belum dapat dijalankan optimal, salah satu penyebabnya kurang disiplin antara rencana versus realisasi. Kandas pada pelaksanaan.

Continue reading “Keriangan”