Dapatkah kita menggunakan kata-kata baku dan tetap terlihat “gaul”?
Pertanyaan di atas diajukan ke pemandu seminar daring tentang buku anak-anak, 9 Februari lalu. Bukan hal baru, karena ada stereotip lama: ragam baku adalah kaku, ragam pergaulan berarti lincah dan kebebasan. Dulu sampai ada representasi stasiun RRI dan radio swasta –yang baku vs. gaul.
Jawaban yang disampaikan, “Bapak/ibu masih ingat buku Harry Potter, sebagai contoh. Buku tersebut ditulis dengan ragam baku, namun tetap disukai sangat banyak pembaca, bahkan menjadi buku laris, dan tidak ada yang mempermasalahkan ragam baku tsb. Artinya, yang lebih penting adalah kemampuan penulis atau penerjemah dalam berbahasa Indonesia.”
Saya sendiri belum pernah membaca Harry Potter, namun setuju terhadap penjelasan di atas. Contoh pada buku-buku lain dan tutur kata secara lisan sudah membuktikan berkali-kali. Yang masih kurang berkali-kali adalah kemauan melatih kemampuan.