Lewat salah satu milis, saya baca tulisan Hartono Ahmad Jaiz berjudul Sing Waras Ngalah? Dari pencarian Google, tulisan tersebut dimuat di Arrahmah, ditampilkan oleh A. Z. Muttaqin, bertanggal 8 April 2014. Kutipan sebagian tulisan tsb.:
Ketika manusianya sudah membuat aturan tidak waras seperti itu, maka orang waras pun mau tidak mau harus mengalah. Tidak berkutik lagi. Sementara itu orang-orang yang tidak waras justru mengambil kesempatan. Kesempatan apa? Kesempatan untuk membuat, mengkader sebanyak-banyaknya orang yang tidak waras. Untuk apa? Untuk menambah suara dalam pemilihan ini dan itu, dari pilkada bahkan pilihan RT sampai pilihan caleg, bahkan penguasa tertinggi di suatu negeri. Pengkaderan sebanyak-banyaknya agar jadi orang yang tidak waras? Aneh. Di dunia ini, ketika norma yang dibangun sudah berlandaskan menyamakan orang waras dengan orang tidak waras itu sendiri sudah aneh. Sehingga yang ditempuh selanjutnya pasti tidak waras pula.
Intinya adalah kritik penulis terhadap demokrasi dengan menempatkan dirinya sebagai “orang waras yang perlu mengalah”. Saya komentari lewat milis berikut ini.
Coba dibuat versi yang lebih islami: sing waras sabar, karena jumhur ulama bersepakat sabar itu “bukan [me]ngalah”.
Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah Shobaro, yang membentuk infinitif (masdar) menjadi shabran. Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur’an: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. – QS. Al-Kahfi (18):28.
Sumber: Eramuslim.
Jadi sing waras sabar menyusun dan mengerjakan perubahan menjadi lebih baik untuk Indonesia. Bukan karena Indonesia-nya, melainkan ketentuan Allah bahwa kita diberi mandat untuk negeri ini, dengan segala kelebihan dan kekurangan.
Sabar untuk berusaha terus, tidak tergoda melakukan aksi politik berdarah-darah, dan sabar bahwa ada jutaan manusia yang harus diajak bergerak ke arah baik dan ada ribuan saudara-saudari yang kurang amanah perlu diajak kembali, bertobat.
Itu menurut hemat saya, Sing waras sabar dan terus maju, jangan ragu!