Saran yang Terlupakan

Mendadak salah seorang teman yang pernah bersama mengerjakan satu proyek di Jakarta semasa mahasiswa muncul menyapa di Facebook. Berarti kira-kira dua puluh tahun lalu. Fenomena yang lumrah dari zaman Internet belum sampai di sini dan sekarang dipertemukan lagi dengan media sosial.

Dia bercerita pengalamannya setelah menyelesaikan proyek, kembali ke kampus, menyelesaikan skripsi, mencoba peruntungan di bisnis sarang burung, meleset; berlanjut dengan bekerja di bawah mandor asing, merasa disepelekan, tapi isteri menyemangati agar introspeksi, dan kesulitan berhasil diatasi. Kisah selanjutnya masih berliku lewat perkenalan dengan mandor tempat kerja, menjadi pegawai lagi, dan akhirnya sekira 2002, diputuskan untuk berhenti dari jabatan di kantornya dan memulai berbisnis sendiri.

Kisah tersebut tidak perlu dibuat mendayu, cukup hikmah bahwa jalan hidup setiap orang unik, dapat mudah seperti kebetulan atau membingungkan mencari-cari cahaya.

Saya masih ingat dinasihati, ‘Pokoknya, sepulang dari proyek ini, kamu harus bikin usaha sendiri!’, dia mengingatkan perkataan saya dulu.

Sedikit terperangah: saya lupa perkataan tsb. dan usaha saya dan teman-teman di Bandung masih merangkak.

Margaret

Dari Beranda Facebook, saya mendapat kabar Margaret Thatcher meninggal dunia. Saya tertarik menulis kenangan tentang Thatcher yang disebut “wanita besi”. Tentang sedikit catatan seputar dirinya saat berkuasa dan setelahnya.

Thatcher memang punya pengaruh luas. Rasanya sepanjang usia saya mengenali pemerintahan di Inggris (atau Kerajaan Bersatu, UK?), Thatcher yang paling mendominasi ingatan. Kisah-kisahnya dimuat di media massa pada tahun 1990-an — kendati saya tidak hapal tahun-tahun kekuasaannya. Pada saat kunjungannya ke Jakarta pertama kali, sambutan akan kedatangannya meramaikan media massa. Semacam kebanggaan di zaman Orde Baru, Presiden Soeharto menerima tamu sekelas Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher. Kira-kira sama semarak dengan kedatangan Presiden Prancis François Mitterrand.

Continue reading “Margaret”

Hari Sastra Indonesia

Maklumat Hari Sastra disampaikan oleh para sastrawan Indonesia di Bukittinggi, Ahad, 24 Maret. Lewat maklumat tsb. ditetapkan tanggal 3 Juli sebagai Hari Sastra Indonesia. Acuan tanggal 3 Juli adalah tanggal kelahiran sastrawan besar Abdul Muis. Hari Sastra digagas Taufik Ismail dengan dua tujuan di antaranya: menumbuhkan kecintaan terhadpa karya sastra Indonesia dan silaturahim antarsastrawan.

Abdul Muis dikenal dalam pelajaran sastra di sekolah lanjutan lewat novel Salah Asuhan. Salah satu kutipan Salah Asuhan pernah dijadikan bacaan di salah satu bab buku teks bahasa Indonesia SMA, sehingga tokoh-tokohnya, terutama Hanafi, akrab buat siswa yang peduli pelajaran bahasa Indonesia.

Continue reading “Hari Sastra Indonesia”

Jelajah Pangandaran: Tarian Pesta Panen dan Ronggeng Gunung

Diiringi gerimis kami, rombongan Jelajah Pangandaran, sampai di hotel tempat kami menginap. Gambaran saya tentang Pangandaran dari sekira dua dasawarsa lalu benar-benar tak membekas, yang terbayang sekilas dari gerbang Pantai Pangandaran hingga hotel adalah suasana kota-pantai; tidak sebesar Kuta di Bali, tentu karena Pangandaran sendiri kabupaten. Pedagang Kaki Lima berjajar di bawah warung-tenda, penyewaan sepeda tersebar di beberapa titik ramai, dan wisatawan berkostum pantai berseliweran.

Di hotel kami disambut perwakilan dinas pariwisata setempat. Tanpa berlama-lama termasuk hanya meletakkan tas di kamar masing-masing, kami diundang mendatangi pertunjukan kesenian di Kampung Cikelu, Desa Sukahurip. Ternyata cukup jauh dari pantai, di daerah pertanian dalam kondisi sedang hujan, mobil rombongan melintasi jalan bak pematang sawah, seukuran sedikit melebihi lebar kendaraan.

Continue reading “Jelajah Pangandaran: Tarian Pesta Panen dan Ronggeng Gunung”

Jelajah Pangandaran 2012

Tanggal 24 November lalu saya berkesempatan mengikuti Jelajah Pangandaran 2012. Diselenggarakan oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pelaksanaan acara ini dikerjakan Indecon. Jelajah Pangandaran berisi serangkaian acara dan kunjungan di kawasan dekat Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Setelah menempuh perjalanan sekira 5 jam Bandung-Pangandaran, acara di tujuan penjelajahan berlangsung dari 24 November pukul 19 hingga 26 November pukul 14. Reportase perjalanan tsb. akan dipublikasikan dalam beberapa tulisan di bawah ini:

  1. Jelajah Pangandaran 2012 (tulisan ini).
  2. Jelajah Pangandaran: Tarian Pesta Panen dan Ronggeng Gunung.

Terima kasih untuk Rendy Maulana yang telah mendaftarkan saya sebagai peserta.

Berapa lama perjalanan ke Pantai Pangandaran? Ini pertanyaan awal yang disampaikan teman lewat email setelah membaca reportase langsung Jelajah Pangandaran di status Facebook saya. Pada perjalanan kami Sabtu tsb. Bandung-Pantai Pangandaran ditempuh sekira enam jam, dengan satu jam beristirahat makan siang di dekat Cicalengka, Kab. Bandung Barat. Google Maps memberi prediksi lama perjalanan enam jam (tanpa istirahat).

Continue reading “Jelajah Pangandaran 2012”

Mengikuti Tablig Hari Moekti

Tak terencana, saya datang di Masjid Nurul Jamil tadi pagi melihat keramaian: sejumlah ibu anggota pengajian dan siswa-siswi Sekolah Menengah. Setelah diamati di spanduk kegiatan, barulah paham bahwa hari ini Ustaz Hari Moekti akan datang menyampaikan tablig akbar. Seingat saya tahun lalu dia juga sempat datang berceramah di masjid ini, dan benar adanya disampaikan oleh pembawa acara dalam pengantarnya.

Hari Moekti bukan nama asing di akhir 1980-an. Istilah JJS untuk “Jalan-jalan Sore” menjadi populer saat itu, sekaligus memperkenalkan Jalan Melawai di sekitar Blok-M, Jakarta, yang dijadikan ilustrasi JJS. Versi “jalan-jalan Dago” juga disediakan untuk edisi penampilan di Bandung. Demikian juga frase “ada kamu” diangkat oleh Hari dan kabarnya menjadi salah satu hit. Setelah itu Hari mengundurkan diri dari ranah musik dan disebut-sebut oleh media menekuni kegiatan keagamaan. Publik tahu kabar tersebut dari awal, bersama dengan kabar musisi besar lain, Gito Rollies (alm.), namun ternyata ada juga yang baru tahu perubahan Hari Moekti di akhir dasawarsa ini.

Continue reading “Mengikuti Tablig Hari Moekti”

Penyewaan Sepeda dalam Kota di Bandung

Setelah mendapat kabar dari teman dan diliput di media massa, saya berkesempatan singgah menjenguk salah satu halte penyewaan sepeda di Cikapayang, Dago. Bandung sedang mulai memperbaiki diri: diprakarsai oleh Bandung Creative City Forum (BCCF), penyewaan sepeda dalam kota, diberi nama bike.bdg, diresmikan walikota di Jalan Pajajaran, 10 Mei lalu. Segera hal ini mengingatkan akan “taksi sepeda” di Paris, Prancis.

Parijs van Java, yeuh!

Continue reading “Penyewaan Sepeda dalam Kota di Bandung”

Moleskine

Seorang teman terlihat memberi jempol untuk halaman Moleskine Asia di Facebook. Moleskine, teringat saat membaca tulisan beberapa desainer lewat blog dan karena penasaran saya tanyakan ke Boy Avianto sebenarnya apa keistimewaan buku catatan tsb. Dengan jujur Boy menjelaskan ya mirip saja dengan buku saku lain, namun dalam hal Moleskine ini ada aspek sentimental menggunakan merk tertentu yang sangat terkenal. Jawaban yang saya sukai karena toh fungsi buku lebih diprioritaskan ketimbang atributnya. Kendati, lanjut Boy, di buku tsb. ada nomor seri yang dapat didaftarkan lewat web dan itu menjadi catatan personal yang unik.

Tentu saya tidak tahu sejauh mana keunikan tsb. karena belum pernah membeli Moleskine dan hanya menikmati keanggunannya di sejumlah toko buku yang gemerlap. Iseng saya cari tulisan tentang Moleskine sore ini, hasilnya masih sama dengan tahun-tahun lalu, yaitu dilengkapi dengan harganya yang mahal. Padahal di halaman mereka di Facebook ada satu foto berisi tumpukan Moleskine diberi keterangan, Berapa buku tumpukan milik Anda? Sebagian komentator menjawab di bawah lima, namun ada kelompok kecil komentator yang menyebut banyak atau di atas sepuluh buku. Berarti kelompok berkecukupan yang menilai keelokan Moleskine sepadan dengan ide kreatif mereka yang dituangkan di lembar-lembarnya.

Dari situs web Moleskine Asia secara acak saya pilih satu jenis buku dan setelah dikonversi, berharga sekitar Rp125.000. Buku catatan semahal itu? Mengapa tidak, walau dapat menyebabkan Erasmus berpuasa berhari-hari jika duit yang disisihkan untuk membeli buku dari jatah makan dipakai untuk mengoleksi Moleskine.

Continue reading “Moleskine”