Ikhlasul Amal

Mengembalikan keriangan menulis

Gauss

Posted at — Dec 21, 2015

Sepucuk tulisan lama saya ditemukan kembali dari salah satu milis yang sudah vakum. Disalinkan saja ke sini dengan sedikit penyuntingan.

Beberapa hari lalu anak saya menceritakan pengalamannya menghitung penjumlahan deret 1 s.d. 10 (1 + 2 + 3 + … + 10) di sekolah dan kemudian mengulang lagi di rumah. Saya yang pernah membaca kisah menarik salah satu jenius matematika dari Jerman, Carl Friedrich Gauss, pada masa kecilnya di sekolah, jadi tertarik untuk mengajak dialog anak saya.

Kira-kira, adakah cara menghitung angka yang banyak tadi dengan lebih mudah?

Tentu, ini pertanyaan yang sangat sulit. Gauss saja mencengangkan gurunya!

Setelah berpikir, dia menyerah dan kembali menghitung satu per satu.

Tadi pak guru di sekolah menunjukkan cara yang lain?

Siapa tahu dia sempat tahu cara alternatif, namun kesulitan mengungkapkan.

Tidak.

Dulu ada anak yang sangat pintar dalam menghitung, dia menemukan cara untuk menghitung cepat.

Maksud saya: cerita tentang Gauss itu sendiri, barangkali sempat disinggung di sekolah.

Kedua anak saya (adiknya ikut tertarik) malah memandangi saya. Jadilah saya bercerita pendek tentang Gauss, sekaligus saya tunjukkan trik istimewa tersebut kepada mereka yang diamati dengan antusias namun tetap belum dimengerti alur pikir penjumlahan ujung-ke-ujung ala Gauss tersebut.

Tentu saja, Gauss adalah perkecualian yang sangat istimewa, suatu cahaya yang bersinar dalam sejarah matematika. Saya hanya tersenyum menyadari bahwa yang lebih penting bagi anak-anak pada kejadian di atas adalah mereka mendapat pengantar yang menarik tentang matematika, bukan berharap terlalu muluk bahwa dia akan menjadi seperti Gauss.